Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Parasitologi Kelompok 2

MIKOLOGI


MORFOLOGI, ISOLASI DAN CARA PENGAMBILAN SAMPEL







Kelompok 2



Disusun oleh

Rony Setyo Wibowo A.101.15.035

Tri Haryadi A.101.15.042

AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL

SURAKARTA

2012


MORFOLOGI JAMUR

Mikosa merupakan tumbuhan sederhana yang tidak memiliki akar, batang dan daun disebut thalus. Karena itu mikosa termasuk dalam phylum: Thollophyta.

Fungi tumbuh dalam 2 bentuk dasar yaitu:

1. Ragi adalah sel tunggal, biasanya berbentuk sferis sampai elips dengan diameter bervariasi dari 3 sampai 15 µm. Kebanyakan ragi bereproduksi dengan membentuk tunas. Koloni ragi biasanya lunak, opak, berukuran 1-3 mm dan berwarna krem, membentuk pseudohifa.

2. Kapang adalah pertumbuhan yang terjadi melalui produksi filamentous multiseluler. Koloni tersebut terdiri dari tubulus silindris bercabang yang disebut hifa, mempunyai diameter bervariasi dari 2-10µm. Masa hifa yang saling berjalin yang berakumulasi selam pertumbuhan aktif adalah miselium.

A. Koloni jamur dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:

1. Koloni ragi ('yeast colony’)

Makroskopik basah, kental dan tidak memiliki miselium. Makroskopik tampak uniseluler.

Cara reproduksi dapat secara:

a. Aseksual, dengan pembentukan tunas yang disebut blantospora

b. Seksual, dengan pembentukan askospora (3 spora yang terdapat dalam kantung yang disebut askus dan dapat berisi 2,4, dan 8 spora).

Sebagai contoh:

· Cryptococcus neoform

· Saccharomyces sp.

· Blastomyces dermatitis

· Blastomyces braziliensis

2. Koloni seperti ragi ( yeast like colony)

Makroskopik tampak basah dan lembek. Pada agar tempat pertumbuhannya dibentuk pseudomiselium yaitu tunas yang dibentuk dari sel induk tetapi tidak dilepaskan dan tumbuh memanjang. Pada ujungnya dibentuk tunas baru yang tidak dilepaskan. Pada pembentukan tunas dinding melekuk kedalam dan menebal, seolah-olah membentuk septum. Mikroskopik tampak uniseluler.

Cara reproduksi hanya secara aseksual dengan pembentukan tunas dan blastospora, sebagai contoh: Candida albicans.

3. Koloni berfilamen (mould/kapang) (‘filamentous colony’)

Makroskopik tampak:

· seperti beludru ( velevety)

· seperti wool (= wooly)

· seperti kapas (= fluffy)

· seperti katun (= cottony)

Mikroskopik: penuh miselium dengan bermacam warna.

Cara reproduksi: secara seksual dan aseksual.

Contoh: Geotricbum candidum dibiakkan di glukosa agar.

· Apabila pada suhu kamar, tumbuh koloni berfilamen dan tumbuh di atas permukaan agar.

· Apabila dieramkan pada suhu 37o C, akan membentuk koloni menyerupai ragi dan tumbuh di bawah permukaan agar, sedangkan pada tepi koloni terbentuk hifa-hifa pendek.











KOLONI KAPANG

Gambar koloni ragi, koloni seperti ragi dan koloni kapang



B. Hyphae

Hifa (sel filamentosa) tumbuh untuk membentuk suatu jaringan yang disebut miselium. ( pada permukaan, pertumbuhan seperti bulu-bulu halus disebut mold atau miselium aerial). Juga terdapat miselium di bawah permukaan atau vegetative yang menembus substrat organic untuk menguraikan dan menyerap nutrient. Hifa tumbuh ke arah apeks. Hifa juga membentuk fruiting bodies yang kita sebut jamur.

1. Hifa nonsepta tidak memiliki dinding melintang (septasi,sekat), lebar (7-15 µm) dan ireguler, dan bercabang dengan sudut tumpul. Mucor dan rhizopus tidak bersepta.

2. Hifa bersepta memiliki dinding melintang berkala dan lebarnya lebih merata (garis tengah 2-5 µm). Sebagian besar hifa bersepta dan tidak berwarna (hialin), beberapa genus memiliki hifa gelap (dematiaceous), biasanya coklat sampai abu-abu. Hifa bersepta ada dua jenis yaitu hifa bersepta denga sel uninukleat dan hifa bersepta dengan multinukleat.





Gambar Hyphae asepta, Hyphae septa dengan uninukleat

dan huphae dengan multinukleat

Pada tiap-tiap jamur dapat dibedakan 3 Hyphae, yaitu:

1. Hyphae vegetatif: ialah miselium yang masuk dalam substrat/media untuk mengabsorbsi makanan yang diperlukan untuk pertumbuhannya.

2. Hyphae udara: ialah miselium yang ada diluar substrat/menonjol diluar substrat.

3. Hyphae reproduktif: ialah miselium udara yang dengan cara tertentu tergantung jenis mikosanya, menghasilkan sel-sel reproduksi yang disebut spora, kemudian tumbuh menjadi mikosa.



Bentuk Hyphae:

1. Raket Hyphae adalah hyphae yang menyerupai raket tenis

2. Spiral hyphae adalah hyohae berbentuk spral dan dapat ditemui pada kultur Trichophyton mentagrophytes

3. Septa hyphae adalah berbentuk seperti tabung yang dibatasi oleh sekat.

4. Asepta hyphae adalah Hyphae yang tidak bersekat.

5. Micellium Merupakan kumpulan hyphae baik yang bersekat maupun tidak bersekat.

C. Spora

Spora pada fungi dapat di bentuk secara seksual dan aseksual. Spora seksual adalah spora yang dibentuk karena peleburan dua inti yang bentuk serta jenisnya sama (homolog) atau tidaksama (heterolog). Spora aseksual adalah spora yang dibentuk langsung dari hifa tanpa adanya peleburan dua inti.

Bentuk: - bulat - “clovate”
- lonjong - “muriform”
- bulat sabit - “tuberculated”
- kumparan (fusiform).

Warna: - putih sampai kuning : Penicillium
- hijau sampai biru : Aspergillus
- coklat sampai hitam : Homodendrum
Ukuran: - kecil (mikrospora) : uniseluler
- besar (makrospora) : kadang-kadang berseptum
Kedudukan: - langsung dari hifa
- mempunyai tingkat

1. Spora seksual

a. Askospora: ialah spora seksual yang dibentuk secara endogen didalam suatu kantung yang disebut askus,yang dibentuk oleh dua sel atau dua jenis hifa. Bisa berisi 2,4 dan 8 spora, tergantung dari jenis jamurnya.






Gambar. Askospora

b. Basidiospora: ialah spora seksual yang dibentuk secara eksogen dari suatu kantung yang disebut basidium sebagai hasil penggabungan dua jenis hifa. Biasanya berjumlah 4.
misalnya: golongan Phycomycetes






Gambar. Basidiospora

c. Zygospora: ialah spora seksual yang dibentuk dari peleburan dua inti yang bentuk dan jenisnya sama.

Misalnya: golongan Phycomycetes
genus Mucor
genus Rhizopus






Gambar Zygospora

d. Oospora: ialah spora seksual yang dibentuk dari peleburan dua inti yang bentuk maupun jenisnya berbeda.
misalnya: - Phycomycetes
- genus Absidia
- genus Basidiobolus






Gambar Oospora



A



2. Spora aseksual

Spora aseksual disebut juga talospora ( thallospora), yaitu spora yang langsung dibentuk dari hifa reproduktif.

a. Blastospora: ialah spora aseksual yang dibentuk sebagai tunas dari sel permukaan sel, ujung hifa atau pada sekat atau septum hifa semu, kemudian dilepaskan.

Contoh:

· Candida albicans

· Cryptococcus neoformans

· Saccbaromyces

· Blastomyces spp

b. Arthrospora: ialah spora aseksual yang dibentuk kerena pada tempat septasi terputus, pada bekas septum dindingnya menebal, kadang-kadang membentuk bulatan sehingga bentuknya ada yang persegi dan ada pula yang lonjong.
Contoh:

· Geotricbum candidum

· Coccidioides immitis

c. Chlamydospora: ialah spora aseksual yang dibentuk oleh karena hifa pada tempat-tempat tertentu membesar, membundar dan dindingnya menebal.
Letaknya bisa:

· terminal

· lateral

· interkalar

Contohnya

· Cladosporium werneckii

· Histoplama capsulatum

· Candida albicans

· Blastomyces dermatidis

d. Conidiospora: ialah spora aseksual yang dibentuk dari hifa yang khas disebut konidi, yang bentuknya dapat bermacam-macam tergantung dari spesies.
Conodiospora berbeda-beda dalam hal

1. Ukuran:kecil = mikrokonodia (uniseluler)

Besar = makrokonidia (multiseluler)

karena adanya septasi.

2. Bentuk: bundar, lonjong, fusiform, cleavatc, muriform.

3. Septasi: transversal

longitudinal

transversal an logitudinal

4. Lokasi dan kedudukannya:

a. makrokonidia:bisa sendiri, bersusun dan bisa seperti jari tangan

b. mikrokonidia:

1. konidialateral: konodioforanya pendek atau tampak, seolah-olah dibentuk langsung dari hifa.

Contoh: Blartomyces dermatidis.

2. “clustered conidia”/ “Conidia engrappe” : konidia lateral yang dibentuk pada ujung cabang hifa, berkelompok seperti buah anggur/bumga seruni.

3. “pedunculated conidia”: konidia yang dibentuk pada konidiofora yang disebut pedikulus.


Kadang-kadang dengan hanya melihat bentuk konidiofora serta susunannya, kita dapat langsung menentukan spesis mikosanya.

e. Sporangiospora: ialah spora aseksual yang dibentuk dalam suatu kantung yang disebut sporangium yang mengelilingi ujung yang membundar dari konidiofora (sporangiofora).
Contoh: Phycomycetes, Rhinosporium sceberi.

A



B



C



D



E

Gambar A.Klamidospora B. Artrospora C. Sporangiospora

D. Conidiospora E. Blastospora

IDENTIFIKASI SECARA UMUM

PADA MIKOSIS

Identifikasi laboratorium

A. Biakan fungi. Digunakan media khusus fungi

1. Agar Sabouraud, Suatu medium fungi standar pada mana sebagian besar fungi tumbuh , digunakan sebagai petunjuk untuk infeksi fungi pada ujian.

2. Tiga media-versi fungi untuk agar darah,agar darah dengan antibiotic ( untuk menghambat kemungkinan pencemaran bakteri), dan agar darah dengan antibiotic dan sikloheksimid (untuk menambat pensemaran fungi dan juga sebagai fungi oportunistik atau patogenik) umumnya digunakan untuk mengkultur infeksi fungi sistemik.

3. Identifikasi isolat fungi dilakukan dengan uji morfologi, uji biokimia ( ragi), uji imunologik, atau genetic probe.

B. Pemeriksaan mikroskopik. Fungi diperiksa di jaringan dengan metode-metode berikut:

1. Kerokan kulit dilarutkan dalam KOH 10% untuk meningkatkan kemampuan kita melihat fugi di bawah mikroskop cahaya

2. Calcofluor white mengikat dinding sel karbohidrat kompleks dan menyebabkan jamur berwarna biru putih terang, sel manusia tidak memperlihatkan fluoresensi.

3. Pewarna fungi khusus mencakup pewarna perak ( fungi dan membrane basal berwarna perak), dan reaksi periodic acid Schiff (PAS) (fungi berwarna merah muda).

4. Tinta India (digunakan pada sediaan basah untuk sedimen CSS) memperjelas kapsul Cryptococcus neoformans , tetapi memiliki sensitivitas hanya 50% sehingga tidak dapat menyingkirkan meningitis kriptokokkus. Metode imunologik, seperti aglutinasi partikel lateks (APL) untuk mengidentifikasi adanya antigen polisakarida kapsul dalam CSS, jauh lebih peka dari pada tinta india.

5. Pewarna Imunoflouresen untuk mengidentifikasi beberapa fungi dalam jaringan.

Diagnosis dermatophyta berdasarkan gambaran klinis atau pemeriksaan mikroskopik ( sediaan KOH terhadap specimen kulit, rambut, atau kuku memperlihatkan artrokonidia dan hifa)

ISOLASI DAN PENGAMBILAN SAMPEL

1. MIKOSIS KUTANEUS

Dermatophyta diidentifikasi berdasarkan gambaran koloni dan morfologi mikroskopik setelah pertumbuhan selama 2 minggu pada suhu 25O C pada agar dextrose Sabouraud. Spesies Trichophyton, yang dapat menginfeksi rambut, kulit, atau kuku, menghasilkan mikrokonidia khas dan makrokonidia silindrik yang berdinding halus. Infeksi Dermatofita antara lain Tinea korporis di kulit halus dan tidak berambut, Tinea pedis di ruang antara jari kaki pada orang yang memakai sepatu, Tinea kruris di lipatan paha, Tinea kapitis di rambut kepala ( Endotorik: fungi didalam batang rambut, Eksotorik: fung dipermukaan rambut), Tinea barbae di rambut janggut, Tinea unguium di kuku.

Uji laboratorium

A. Spesimen

Spesimen berasal dari kerokan kulit dan kuku ditambah rambut yang dicabut dari daerah yang terkena penyakit. Rambut yang terinfeksi mikrosporum memberikan fluoresensi di bawah lampu Wood dalam ruang gelap.

B. Pemeriksaan Mikroskopik

Spesimen ditempatkan di atas objek glass dalam tetesan 10-20% KOH, denga atau tanpa calcofluor white, yang merupakan pewarna dinding sel fungi nonspesifik yang dilihat dengan mikroskop fluoresen. Spesimen ditutup dengan deck glass segera diperiksa dan diulangi lagi setelah 20 menit. Pada kulit dan kuku tanpa memandang spesies penginfeksi, terlihat hifa bercabang atau rantai artrokonidia (artrospora). Pada rambut kebanyakan spesies mikrosporum membentuk lapisan spora yang tebal mengelilingi rambut (ektotriks).

C. Biakan

Identifikasi Dermatophyta sp. Memerlukan biakan. Spesimen diinokulasi ke dalam agar kapang inhibitorik atau bagian miring agar Sabouraud yang mengandung sikloheksimid dan kloramfenikol untuk menekan pertumbuhan kapang dan bakteri., diinkubasi selam 1-3 minggu pada suhu ruangan, kemudian diperiksa dalam biakan obyek glass jika diperlukan. Spesies diidentifikasi berdasarkan morfologi koloni ( kecepatan pertumbuhan , terkstur permukaan dan pigmentasi), morfologi mikroskopik ( makrokonidia, mikrokonidia) dan pada beberapa kasus kebutuhan nutrisi.

2. MIKOSIS SUBKUTAN

Fungi memasuki kulit atau jaringan subkutan melalui inokulasi traumatic oleh bahan yang terkontaminasi. Biasanya, lesi membentuk granuloma dan meluas secara lambat dari area implantasi. Ekstensi melalui aliran limfatik yang mendrainase lesi, terjadi secara lambat kecuali pada sporotrikosis. Mikosis tersebut biasanya terbatas di jaringan subkutan, tetapi pada kasus yang jarang terjadi sistemik dan menyebabkan penyakit yang membahayakan jiwa. Contoh funginya adalah Sporothrix schenckii .

Uji laboratorium

A. Spesimen

Spesimen dapat berupa bahan biopsy atau eksudat dari lesi granulose atau ulseratif.

B. Pemeriksaan Mikroskopik

Meskipun specimen dapat diperiksa langsung dennga KOH atau pewarna calcofluor white , ragi jarang ditemukan. Meskipun ragi jarang ditemukan pada jaringan , sensitifitas potongan histopatologi ditingkatkan denga pewarnaan rutin dinding sel fungi, seperti perak metenamin Gomori, yang mewarnai dinding sel menjadi hitam atau pewarnaan asan-Schiff periodic, yang membeir warna pada dinding sel.

C. Biakan

Metode diagnosis yang paling dapat dipercaya adalah biakan. Spesimen digoreskan pada agar kapang inhibitorik atau agar Sabouraud yang mengandung antibiotic antibakteri dan diinkubasi pada suhu 25-30O C. Identifikasi ditegakkan denga pertumbuhan pada 35O C dan terjadi perubahan bentuk menjadi ragi.

3. MIKOSIS ENDEMIK

Masing masing dari keempat mikosis sistemik (dimorfik) koksidioidomikosis, histoplasmosis, blastomikosis dan parakoksidioidomikosis, secara geografis terbatas pada daerah endemic tertentu. Masing-masing mikosis disebabkan oleh suatu fungi yang bersifat dimorfik oleh perubahan suhu dan kebanyakan infeksi mula-mula terjadi di paru setelah inhalasi masing-masing konodia. Contohnya Coccidioides immitis dan Coccidioides posadasii yang menyebabkan koksidioidomikosis yang tidak bias dibedakan secara fenotipe. Infeksi bersifat endemik di daerah sangat tandus yang berbatas tegas di Amerika Serikat bagian barat daya.

Uji Laboratorium

A. Spesimen

Spesimen untuk biakan dapat berupa sputum, eksudat dari lesi kutan, cairan spinal, darah, urine dan biopsi jaringan.

B. Pemeriksaan Mikroskopik

Bahan harus diperiksa segar ( setelah disentrifugasi, apabila perlu) untuk sferul tipikal. Pewarna calcofluor white atau KOH akan membantu penemuan sferul dan endospora. Struktur tersebut sering ditemukan dalam preparat histology.

C. Biakan

Biakan pada agar kapang inhibitorik, agar Sabouraud, atau bagian miring agar darah dapat diinkubasi pada suhu ruangan atau pada 37O C. Medium dapat disiapkan dengan atau tanpa antibiotik antibakteri dan sikloheksimid untuk menghambat kontaminasi bakteri atau kapang saprofit. Karena artrokonidia sangat infeksius, biakan yang dicurigai diperiksa hanya dalam lemari aman hayati. Identifikasi harus ditegakkan dengan deteksi antigen spesifik Coccidioides immitis , inokulasi hewan, atau penggunaan pemeriksaan DNA spesifik.

4. MIKOSIS OPOTUNISTIK

Sebagai anggota flora mikroba normal, kandida dan ragi serumpun merupakan oportunis endogen. Mikosis oportunistik lain disebabkan oleh fugi eksogen yang secara global terdapat di tanah, air dan udara.

Uji Laboratorium

A. Spesimen

Specimen berupa apusan dan kerokan dari lesi superfisial, darah, cairan spinal, biopsi jaringan, urine, eksudat, dan bahan dari kateter intravena yang telah dicabut.

B. Pemeriksaan mikroskopik

Biopsi jaringan, cairan spinal yang disentrifugasi dan specimen lain dapat diperiksa pada apusan yang di beri pewarnaan Gram untuk mencari pseudohifa dan sel-sel tunas. Kerokan kulit atau kuku pertama-tama ditempatkan dalam larutan KOH 10% atau calcofluor white.

C. Semua specimen dibiakkan pada medium fungi atau bakteriologi pada suhu ruangan atau 37OC. Koloni ragi diperiksa untuk mellihat adanya pseudohifa. Candida albicans diidentifikasi melalui produksi tubulus germinal atau klamidospora.



CARA KERJA PEMERIKSAAN MIKOLOGI PADA MIKOSIS SUPERFISIALIS

Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita penyakit yang disebabkan atau berhubungan dengan infeksi jamur, seperti:

· Tinea

· Pitiriasis Versikolor ( panu)

· Dermatitis Seboroik

Pengambilan sampel

>> Alat yang dibutuhkan : Skalpel, penset, Alkohol 70%, kapas, kertas/ wadah yang besih

Cara pengambilan sampel:

>>Bersihkan kulit yang akan dikerok dengan kapas alkohol 70% untuk menghilangkan lemak, debu dan kotoran lainnya.

>>Keroklah bagian yang aktif dengan skalpel dengan arah dari atas kebawah ( cara memegang skalpel harus membentuk sudut 450 keatas)

>>Letakkan hasil kerokan pada kertas atau wadah.

Pembuatan Sediaan

>>Alat-alat yang dibutuhkan : Obyek glass, Deck glass, Pembakar spirtus, pinset, reagen yaitu Larutan KOH 10% untuk kulit dan kuku, Larutan KOH 20% untuk rambut.

Cara Pembuatan Sediaan:

>>Teteskan 1-2 tetes larutan KOH 10% pada obyek glass. Letakkan bahan yang akan diperiksa pada tetesan tersebut dengan menggunakan pinset yang sebelumnya telah dibasahi dengan larutan KOH tersebut. Kemudian tutup dengan kaca penutup.

>> Biarkan Kurang lebih 15 menit atau dihangatkan di atas nyala api selama beberapa detik untuk mempercepat proses lisis.

>> Periksa sediaan dibawah mikroskop. Mula-mula dengan objektif 10X kemudian dengan objektif 40X untuk mencari adanya hypha dan atau spora, akan tampak gambar hypha dan spora tergantung jamur yang menyebabkan penyakitnya.

Pemeriksaan Kultur:

Pemeriksaan dengan pembiakan perlu untuk menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengnan menanamkan bahan pemeriksaan klinis pada media buatan. Media yang dianggap paling baik waktu ini adalah media agar dextrose Sabouraud. Pada agar sabouraud dapat ditambahkan antibiotic saja (kloramfenikol) atau ditambah pula klorheksimid. Kedua zat tersebut diperlukan untuk menghindari kontaminasi bakteri maupun jamur kontaminan. Mikosis superficial merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur yang menyerang kulit pada bagian epidermis yang mengandung keratin yaitu Stratum Korneum basale, misalnya: kulit, Rambut, kuku

Daftar Pustaka

· Jawetz, Melnick dan Adelberg.2008.Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.

· Gandahusada, Prof.dr. Srisasi dkk.1998.Parasitologi Kedokteran Edisi ketiga.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

· Tim Penyusun.1989.Mikologi Medik.Jakarta:Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 komentar:

Anonim mengatakan...

thanks for your articles, very helpfull

Reni Yunus mengatakan...

like it

Posting Komentar